Tuesday 9 February 2010

Cerita di balik bihun goreng



Sejak kecil aku suka sekali makan bihun goreng. Semua jenis bihun goreng baik itu yang model Jawa - pakai merica utuh diulek dengan bawang, atau Chinese - yang bawangnya dikeprek...semua aku suka. Bahkan kalau makan mie titee, aku juga pakai bihun, pokoknya kalau ada kesempatan untuk memilih antara mie dan bihun, aku pasti pilih bihun.

Sejauh ingatanku, aku mulai suka makan bihun waktu TK Trisula Candi Semarang. Waktu itu setiap hari Sabtu adalah hari makan bersama, dan yang paling aku tunggu tunggu adalah makan bihun goreng bersama.FYI, yang paling aku benci, makan bubur kacang hijau bersama. Hoaaaaa....sampai seumur ini aku masih nggak suka kacang hijau, karena rasanya seret di tenggorokan :).

Guruku di TK itu bernama bu Tatik (Lord, bless her soul forever). Beliau memasak bihun sepanci blirik besar. Semua murid dan pengantarnya boleh makan sepuasnya. Makannya juga pakai piring seng blirik, karena waktu itu belum ada piring melamin.

Trisula


TKnya sederhana banget, lantainya plesteran (semen) bukan ubin, dindingnya setengah tembok setengah papan. Muridnya dari semua golongan. Anak orang kaya, anak orang biasa, bahkan anak orang tak punya juga sekolah di situ. Ada yang sekolah tanpa memakai sepatu atau sendal, alias nyeker karena memang orang tuanya tidak bisa membeli sepatu. Tidak ada seragam yang mungkin akan membebani mereka yang tak mampu sehingga tidak mau sekolah. Ada anak yang setengah idiot, ada yang nakal banget, ada yang suka nangis, suka ngambek (baca : aku :D).... Bu Tatik tidak pernah membedakan kami berdasarkan status dan golongan, semua sama, semua diperlakukan dengan baik.

Waktu aku kecil, aku adalah anak yang introvert dan clumsy. Nyanyi fals, nari kaku. Tapi kalau (lagi mau) bicara bisa lantang. Bu Tatik tahu itu, dan beliau memberi aku kesempatan tampil di RRI Semarang untuk membaca puisi secara live. Waktu aku keluar sebagai juara ke III, beliau mengantarkan sendiri hadiahnya ke rumah, 1 buku tulis tipis merk Banteng, pensil dan rautan. Untuk anak TK pada masa itu, hadiah ini sudah luar biasa. Dan aku ingat, sejak saat itu rasa percaya diriku tumbuh.

Seandainya bu Tatik masih hidup, ingin aku datang, memeluk dan menciumnya. Beliau yang meletakkan dasar di hati dan pikiranku, bahwa semua manusia itu sama di mata Tuhan di usia yang sangat dini. Dan bahwa kita tidak perlu bisa menari atau menyanyi untuk bisa percaya diri.

Di SD, kantin di sekolah menyediakan bihun goreng yang dibungkus dengan daun pisang. Kalau ditakar, mungkin bihun gorengnya hanya 1 sdm munjung, sayurnya hanya kol, sedikit taburan telur dadar iris, sejumput bawang goreng yang melempem,  tapi cabe rawitnya gedha banget. Harganya Rp 5,-. Waktu aku SMP (masih sekompleks dengan SDku) harga bihun berubah jadi Rp 10,- lama lama naik jadi Rp 25,-, tapi porsinya teteup. Yang masak masih orang yang sama, jadi rasanya juga sama dengan bihun di kantin SD. Dua kali istirahat, dua kali aku beli dan makan bihun :). Saking hapalnya kebiasaanku ini, pak Nyaman (penjaga kantin SMPku) selalu menyisihkan bihun goreng khusus untukku, karena kalau kehabisan aku marah :D.  Kalau libur panjang, yang aku kangenin bukan teman teman sekelas tapi bihun gorengnya kantin sekolah.

Bihun bu Tatik dan bihun sekolah menggunakan resep bihun goreng Jawa yang rasa mericanya menggigit nikmat.

Waktu aku  masih tinggal bersama Mamie di Semarang, beliau sering memasakkan bihun goreng atas permintaanku. Menurutku bihun goreng beliau enak sekali, padahal bumbunya ya sederhana saja...bawang putih keprek, merica dan kecap kecapan biasa. Sampai sekarang kalau lagi pulang kampung aku masih sering minta beliau memasakkan bihun goreng.

Akhir akhir ini bihun yang dipakai orang jualan adalah bihun yang terbuat dari tepung jagung. Bentuknya lebih kenyal mirip soun, warnanya bening. Tidak ada baunya. Beda dengan bihun jaman dulu yang terbuat dari tepung beras. Bentuknya rapuh, warnanya butek dan baunya agak apek apek gimana gitu tapi teteeeeep buatku lebih enak..hehehe...bihun (jadul) forever dah pokoke.


Nah,karena kangen makan bihun goreng dan nggak nemu bihun jadul akhirnya aku memutuskan untuk masak sendiri. Nyari bihun beras di Giant, nemu yang merknya AAA. Inget inget bumbu yang Mamie pakai...kira kira begini resepnya :

Bahan :

1 bungkus bihun (200 gr)
5 bawang putih dikeprek & cincang
3 helai seledri, biarkan utuh
5 sdm kecap manis
4 sdm kecap asin
1 sdt gula pasir
1 sdt kaldu bubuk
1/2 sdt vetsin
1/3 sdt merica
2 butir telur kocok lepas
Sayur sesuai selera (aku pakai wortel yang potong seperti korek api)
Ayam rebus disuwir suwir
Udang kecil kupas (kalau punya, tapi aku kemarin nggak punya :D)
Bakso (kalau ada dan suka)
1 gelas air kaldu
Minyak untuk menumis

Cara membuat :

  • Rendam bihun dengan air mendidih selama 2 menit, sampai bihun lemas
  • Tiriskan, siram dengan air dingin supaya bihun tidak saling melekat, sisihkan
  • Panaskan minyak, dadar telur setengah matang kemudian dihancurkan (scrambled egg). Angkat dan sisihkan
  • Tumis bawang putih dan merica sampai wangi
  • Masukkan ayam/udang/bakso tumis sampai berubah warna
  • Tambahkan air, kecap dan bumbu bumbu lainnya
  • Masak sampai mendidih.
  • Tambahkan sayur (termasuk seledri). Masak sampai sayur layu.
  • Terakhir masukkan bihun. Aduk pelahan lahan sampai semua bumbu rata
  • Cicipi rasanya. Biarkan air terserap habis.
  • Sajikan dengan taburan scrambled egg dan bawang goreng.


Rasa bihun ini enak...tapi buatku masih jauh lebih enak bihun masakan Mamie, nothing compares to hers deh....:)

10 comments:

Anonymous said...

Buku tulis cap banteng ki sing sampule warna biru tua keungunan ya mbak ? :)

Dian

Hanna said...

Exactly ! Sampule kasar, kalau kehujanan atau kena air luntur kemana mana... Hahaha...kayaknya itu the only brand di Semarang jaman itu. Belum ada bola dunia atau yang lain lain.

Tuty said...

Nice story, Han. You and I share the same favorite dish: Bihun Goreng. I used to hate egg noodles and preferred rice vermicelli.

My auntie advised me not to soak the bihun with hot water as hot water will make the vermicelli too soft and prone to breakage when you toss them.

Kiong Hie!

Hanna said...
This comment has been removed by the author.
Anonymous said...

Setuju banget... bihun selaen merk AAA teksturenya kaya soun, kenyal ga putus-putus. Namanyanya aja bihun ya harus dari beras. Pengalaman saya dengan bihun AAA, setelah disedu harus dibiarkan dingin dulu sebelum dimasak supaya bisa tetap panjang. Saya termasuk pecinta berat bihun AAA karena kandungannya hanya beras dan air. Dan karena pingin kurus, saya ganti nasi dengan bihun setiap kali makan. Terima kasih resepnya. Akan saya coba.

anggita sudibjo said...

mau tny donk...itu mie bihunnya pk yg apa ya?? aq dlu prh nyoba bikin dr bihun jagung...tp beda sama yg kaya dipasar2 kl jual...yg biasanya kita bs beli dng harga seribuan itu...

Hanna said...

@Anggita : pakai bihun beras merk AAA :)

Unknown said...

nice story... :) ijin share di fb ya thanks!

Anonymous said...

nice story, ijin share di fb ya... :) thx

Anonymous said...

Apa TK ny mb hana sama dgn saya ya,,