Wednesday 13 May 2009

Sate kambing Tegal di Surabaya

Aku dan suamiku, Pok adalah penggemar berat sate kambing. Kalau lagi keluar kota, terutama ke Jawa Tengah, kami pasti berusaha untuk makan sate kambing. Di Semarang, kampung halamanku, ada sate kambing gereja Blenduk, sate Kapuran, sate kambing Mataram dan lain lain, yang rasanya bener bener mak nyus dan ngangeni. Di Jogja dan Solo sate kambingnya juga OK dan tongsengnya bener bener 'ngambing'.

Tapi sampai hari ini kami belum nemu sate kambing di Surabaya yang bener bener bisa dikatakan sempurna. Di Japanan ada sate kambing cak Malik yang bener bener mantap tapi kalau dari rumahku jauhhhhhhhhhhhnya bukan main, harus lewat lumpur Lapindo Porong. Di belakang rumahku ada yang satenya besar besar tapi seringnya masih mentah dalamnya dan harganya nggak masuk akal, ada lagi yang lumayan , tapi banyak lemaknya dan pelayannya bikin naik darah semesta karena kalau dipesenin jangan pakai bumbu kacang selalu salah, ada juga yang enak, empuk, harganya reasonable tapi dipinggir jalan rame, resikonya kalau parkir mobil kita bisa disrempet praoto :)

Nah, berdasarkan kerinduan untuk menemukan langganan sate kambing yang nikmat dan mantap di Surabaya, kapan hari waktu lihat billboard bertuliskan Sate Kambing Muda Khas Tegal di dekat kantorku, mata kami langsung bersinar sinar. Sate kambing Tegal terkenal sebagai sate kambing paling top. Tapi kok berkali kali lewat warungnya tutup terus...hanya lampu yang menerangi billboard baru itu yang nyala.

Sampai hari Senin 11 May 2009 yang lalu, kami niatin lagi kesana dan ternyata buka ! Warungnya tidak besar, tapi bersih...bersih dalam arti segalanya. Selain meja dan dinding nya yang baru saja di cat (shocking pink !!) , pengunjungnya juga bersih, alias tidak ada yang beli kecuali kami. Yang jualan bapak bapak asli Tegal dibantu anak cowoknya.


Saking sepi pembeli, bakaran satenya pun baru dinyalakan waktu kami datang dan pesan. Arang arangnya baru dipecah pecah, pasang api, kipas kipas lamaaaaa banget. Tapi si Bapak antusias banget nawarin menunya (yang tidak terlalu bervariasi). Sambil nunggu bara jadi, dia cerita kalau baru buka 2 minggu ini, dulunya pengen buka warung sate Tegal sendiri, tapi nggak punya modal. Jadi waktu ada orang nawarin kongsi, dia mau aja. Dia yang memasak, orang itu yang memodali, en de bla en de bla..... Lugu banget ceritanya, dan kelihatan kalau mereka (Bapak dan anak itu) happy karena ada pembeli hari itu.


Waktu sate keluar, langsung kami cicipi, ternyata...compared sama sate sate lain di Surabaya yang pernah kami makan, rasanya bisa dibilang boleh lah..tapi kalau compared sama sate Tegal asli...masih agak kurang beberapa langkah, kali ye.. :). Sayangnya nasinya kuning, mungkin kelamaan disimpan di magic jar.




Tapi ada yang bikin kami seneng, yaitu teh dalam poci ini.... Isinya daun teh Tongji dan pakainya gula batu. Sudah lama banget aku nggak menikmati teh poci model ginian.. Poci dan cangkirnya juga sudah direndam air sehingga tidak bau tanah lagi.



Untuk satenya harganya Rp 16,000/10 tusuk. Tehnya Rp 7,500 per poci dengan 2 cangkir. Kalau air panas dan gula batunya kurang boleh minta tambah, gratis.


Yang mengharukan adalah sikap berterimakasihnya si Bapak. Berkali kali, dengan senyum lebar, mengucapkan terimakasih dan kami diantar sampai pintu keluar.


Jadi inget waktu aku dulu nyoba buka depot di food courtnya Alfa Rungkut. Waktu itu aku masih oon banget, cuma kepengen punya bisnis makanan dan food court Alfa Rungkut duluuuuuu banget merupakan food court yang cukup rame terutama jam makan siang. Banyak orang kantoran (yang kantornya di sekitar Rungkut) makan siang di situ termasuk aku dan teman teman sekantor.
Karena itu aku pilih buka depot disana. Salahnya aku nggak survey lagi keadaan terbaru, which is very very sepi, deserted gitu lah, nggak super marketnya, nggak food courtnya. Dan, dengan PDnya aku jualan makanan makanan yang tidak semua orang bisa menerima, yaitu spaghetti, bistik lidah, sup thom yam, sup merah dan salad buah. Niat banget waktu itu. Beli tempat display makanan baru, bikin spanduk, beli peralatan makan yang cantik, merecruit pembantu baru dan ngatur schedule mereka supaya ada 1 (dari 3) yang stand by.

Hari pertama jualan, kebetulan hari Sabtu, aku jagain sendiri. Beberapa orang yang lewat di depan depotku, yang aku beri nama depot Kidung Cinta, cuma lihat lihat aja. Buka jam 10 pagi, baru ada pembeli jam 7 malam, itupun cuma 1 porsi bestik lidah dan pesannya sambil nunjuk nunjuk bossy, milih sendiri lidahnya, nggak mau yang berlemak, katanya. Padahal bestik lidahku bersih dari lemak, secara aku sendiri nggak suka lemaknya. Tutup jam 9 malam, masakan masih utuh di panci aku bagikan ke tetangga. Hari kedua, cuma ada 1 orang yang beli sup merah, pulang masakannya aku simpan di kulkas dan besok paginya bawa kekantor buat makan rame rame sama teman teman...hari ketiga...gak ada pembeli blas, hari ke empat, gak sanggup nerusin. Tutup !! Padahal sudah bayar sewa 3 bulan, dan untungnya, karena kantorku dan Alfa masih ada hubungan kerja, persekot yang 2 bulan boleh diminta lagi.


Pengen nangis rasanya. Apalagi kalau lihat orang cuma ngintip ngintip, tanya tanya aja ke displayku, trus berlalu dan pesen makanan di sebelah. Memang bukan hanya aku yang mengalami hal itu. Ada juga ibu ibu yang tiap hari bawa 1 panci besar sup kacang hijau, tapi nggak pernah ada pembelinya. Ada yang jual rujak, sampai buahnya busuk, sayurnya kering karena nggak pernah ada yang beli. Aku masih bisa dibilang agak mending, karena nggak terlalu banyak bikinnya. Dan yang aku jual adalah makanan makanan kesukaan keluargaku sendiri...jadi, kalau nggak laku masih bisa dimakan sendiri...tapi kalau sampai 3 hari nggak laku dan dimakan sendiri dan dibagi bagikan gratis terus ya nangis darah...heheheh..



Karena itu, aku bisa merasakan kalau ada orang buka warung atau restaurant tapi nggak ada pembeli. I've been there...and it's not easy at all. Untung Pok, keluarga dan Pleksku selalu memberi semangat dan membuat aku nggak kapok mengembangkan hobby masak hanya karena pengalaman itu.

Dan, apapun itu, dalam waktu yang tak bisa kita ramalkan, selalu ada rencana Tuhan dalam hidup kita ini. Aku yakin Tuhan mengajarkan supaya aku lebih rendah hati, berpikir panjang dan berhati hati, tidak grusa grusu... Setelah pengalaman itu, setelah melalui beberapa tahun masa perenungan, sekarang aku mulai dapat jalan lagi yaitu berjualan snack walaupun masih dalam skala cimut. Nama 'depot Kidung Cinta' masih aku pakai sampai sekarang. Tapi kalau ada yang tanya, jualnya snack tapi kok pakai nama 'depot' aku hanya menjawab 'it's a very loooooooooooooong story' :D



Pfffuiiihhh....niatnya cerita soal sate kambing Tegal kok jadi curhat ya..hihih....anyway, mudah mudahan ceritaku ini bisa memberi semangat siapapun yang sedang menghadapi jalan buntu, kemunduran dalam usaha, atau apapun yang membuat hidup kalian serasa menabrak tembok, percayalah, kalau kita berusaha dan berdoa, tidak mudah putus asa..maka ada jalan terbuka di depan kita. Jalan itu mungkin hanya jalan setapak, berkerikil tajam atau becek, tapi jauh lebih baik daripada cul-de-sac, no way out alias jalan buntu.


God bless you, All.

3 comments:

Anonymous said...

wah,,,bener2 berkesan bgt "curhatnya" cz aq jg pernah mngalami hal yg sama..^_^ .. anyway soal sate..kira2 ada referensi laen gak??untuk di daerah surabaya..??

thx. GBU

atik said...

seru mbk curhatnya, sampek senyum2 ndiri, trus akhirnya mikir kata2 mbk yang terakhir. semangat de mbk hanna.. :D

vsint said...

kyaknya tempatnya bagus nih buat wisata kuliner,,lumayan lah buat referensi